Minggu, 05 Februari 2012

TUGU DESA HADIAH DARI KANJENG SEPUH SIDAYU


TUGU DESA HADIAH DARI KANJENG SEPUH SIDAYU
Oleh: Masnukhan, S. Pd.
(Tenaga Edukatif SMPN 1 Ujungpangkah Gresik)

Pada masa kerajaan sampai masa penjajahan, Sidayu menjadi salah satu kabupaten di nusantara. Nama-nama bupati yang pernah memerintah di kabupaten Sidayu adalah sebagai berikut:
  1. Raden Kromo Wijaya
  2. Adipati Probolinggo
  3. Raden Kanjeng Soewargo
  4. Raden Kanjeng Sido Ngawen
  5. Raden Kanjeng Sido Banten
  6. Kanjeng Kudus
  7. Kanjeng Djoko
  8. Kanjeng Sepuh
  9. Kanjeng Pangeran
  10. Ragen Badrun
Di antara kesepuluh bupati Sidayu itu, nama Kanjeng Sepuh yang sangat melekat di hati masyarakat Sidayu bahkan menjadi tokoh panutan dan kebanggaan masyarakat Sidayu. Nama asli Kanjeng Sepuh adalah Raden Adipati Soerjadiningrat.
Kanjeng Sepuh tersohor lantaran beliau adalah seorang bupati yang ulama atau ulama yang menjadi seorang bupati. Beliau sangat dicintai masyarakatnya karena beliau sangat memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya terutama kawula alit. Kecintaan itu hingga kini tidak luntur. Hal ini dibuktikan diantaranya dengan diabadikannya nama beliau sebagai nama Majid Besar Sidayu dan nama Lembaga Pendikan terbesar di kecamatan Sidayu yaitu Taman Pendidikan Kanjeng Sepuh atau lebih dikenal dengan singkatan TPKS.
Pada masa hidupnya beliau mempunyai kegemaran memelihara kuda baik sebagai kuda tunggangan maupun kuda penarik kereta. Suatu saat beliau mendengar bahwa di Ujungpangkah ada seorang yang mempunyai kuda yang bagus. Orang itu bernama Jayeng Katon. Beliau ingin sekali mendatanginya untuk berguru cara merawat kuda. Beliau terkagum-kagum melihat kuda Jayeng Katon. Kuda itu badannya tinggi, tubuhnya ramping, kulitnya hitam, bulunya mengkilat. Kuda itu diberi nama kuda Sembrani. Kuda iyu sangat penurut kepada majikannya. Meskipun tan ada seutas tali yang mengikatnya, kuda tidak mau pergi meninggalkan tempatnya. Kuda pintar sekali terhadap bahasa isyarat yang diberikan oleh majikannya. Kuda itu menuruti segala perintah tuannya.
Kanjeng Sepuh sangat takjub dan tertarik terhadap kuda itu. Beliau ingin sekali mempunyai kuda-kuda seperti kuda yang dimiliki Jayeng Katon. Beliau lebih takjub lagi kepada pemilik kuda itu. Jayeng Katon ternyata seorang ulama yang alim, bersahaja, dan memiliki ilmu kanoragan yang tinggi. Jayeng Katon juga sebagai pemangku pondok Ujungpangkah Beliau bisa mengukur kedalam ilmu seseorang karena beliau sendiri seorang ulama.
 Pada pertemuan itu Kanjeng Sepuh meminta kepada Jayeng Katon untuk merawatkan kuda-kuda beliau. Beliau ingin sekali memiliki kuida-kuda yang bagus-bagus dan penurut. Jayeng Katon tidak dapat menolak permintaan bupati di wilayah Sidayu itu. Sebagai penduduk yang baik Jayeng Katon merasa bangga bisa memenuhi permintaan bupatinya.
Kanjeng Sepuh mengirimkan kuda-kuda beliau ke Ujungpangkah untuk dirawatkan kepada Jayeng Katon. Kuda-kuda itu ditempatkan di sebuah tanah lapang sekitar enam ratus meter ke timur dari pondok Ujungpangkah atau rumah Jayeng Katon. Kuda-kuda itu dibiarkan bebas di tanah lapang itu. Jayeng Katon menyediakan tempat berteduh kuda-kuda itu secara terbuka. Tidak ada pagar atau batas. Namun, kuda-kuda itu tidak meninggalkan area tanah lapang tempat merumput. Tempat itu dikenal dengan nama Monok karena di tempat itu banyak penekan atau tumpukan kotoran kuda. Di bagian selatan tanah lapang itu disediakan jambangan atau bejana yang selalu penuh diisi air untuk tempat minum kuda-kuda Kanjeng Sepuh. Tempat itu dikenal dengan sebutan Jambangan.
Suatu ketika, Kanjeng Sepuh bersilaturrahim ke Pondok Ujungpangkah yang diasuh oleh Jayeng Katon sambil ingin melihat-melihat kuda-kuda yang telah dititipkan. Beliau sangat senang melihat kuda-kuda beliau. Beliau tidak menyangka kuda-kuda itu berubah



Tidak ada komentar:

Posting Komentar